Kalam Khabar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berawal dari sastra Al-Qur’an yang sangat tinggi yang merupakan
mu’jizat dari allah SWT, belum lagi hadits-hadits nabi dengan bahasa arab yang
juga memiliki sastra yang tinggi, maka Abdul Al-Qahir al-Jurzani menjadi
terketuk hatinya untuk mengenmbangkan ilmu balaghah. Beliau berharap tak hanya
orang-orang tertentu saja yang bias memahami betapa tingginya sastra yang
terkandung dalam al-qur’an.
Mengingat bahwa enggannya masyarakat islam membaca al-qur’an
dikarenakan mereka merasa aneh dan tak mengerti maksud dari ayat al-qur’an
merupakan salah satu pertanda bahwa ilmu balaghah yang sengaja ditemukan secara
khusus untuk menghilangkan keasingan akan sastra al-qur’an sudah tak lagi
diindahkan. Maka dari itu kami selaku pemakalah mencoba kembali mengenalkan
ilmu balaghah kepada para pembacaa sekalian. Dan yang pertama kami dijelaskan
adalah kalam khobari.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian, tujuan, dan macam-macam kalam khobar?
2.
Apa sajakah
macam – macam mukhatab?
3.
Bagaimanakah cara penyampaian kalam khobar?
C. Tujuan
Masalah
1.
Mengetahui pengertian, tujuan, dan macam-macam kalam khobar.
2.
Mengetahui macam – macam mukhatab.
3.
Mengetahui cara penyampaian kalam khobar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian kalam khobar
Susunan kalimat yang mengandung dua kemungkinan, benar atau dusta
dengan memandang pada pembicaraan itu sendiri.[1]
Dikatakan benar jika maknanya sesuai dengan realita, dan dikatakan salah/dusta
ketika maknanya bertentangan dengan realita.
Contoh: قال الطّالب: لن يحضر الأستاذ حسن فى المناقشة غدا
Ucapan mahasiswa di atas
bisa dikategorikan kalam khabari. Setelah mahasiswa
tersebut mengucapkan kalimat itu kita bisa melihat apakah ucapannya benar atau
salah. Jika ternyata ustadz Hasan keesokan harinya tidak datang dalam perkuliahan, maka ucapan mahasiswa
tersebut benar. Sedangkan jika ternyata keesokan harinya ustadz Hasan datang pada perkuliahan, maka kalimat tersebut tidak benar atau dusta.
1.
Qoul yang masyhur
تطابق الواقع صدق الخبر وكذبه عدمه في
الأشهار
-
Benar ialah sesuainya hukum kabar pada kenyataannya yang
terjadi.
-
Dusta ialah tidak sesuainya hukum pada kenyataan yang
terjadi, walaupun I’tiqod mutakallim tidak sesuai kenyataan.
2.
Qoul kedua
-
Benar ialah sesuainya hukum pada I’tiqod mutakallim
walaupun tidak sesuai dengan kenyataannya.
-
Dusta ialah tidak sesuainya hukum dengan I’tiqod mutakallim
walaupun sesuai dengan kenyataannya.
3.
Qoul ketiga
الصّدق المطابقة للواقع مع إعتقاد
المخبر المطابقة
Pendapat Imam al-Jakhid(tokoh mu’tazilah)
-
Benar ialah sesuainya antara kenyataan bersama I’tiqod.
-
Dusta ialah tidak sesuainya kenyataan dan mutakallim pun
mengi’tiqodkan pada yang tidak sesuai juga.
4.
Qoul keempat
-
Benar ialah sesuainya kenyataan serta I’tiqod mutakallim.
-
Dusta ialah tidak sesuainya kenyataan atau dengan I’tiqod.
B.
Tujuan orang yang berbicara (mutakallim)[3]
1. Faedah
Khobar
Memberi
faedah pada pendengar tentang suatu hokum yang dikandung oleh jumlah, hal ini
apabila pendengarnya belum mengetahui hokum yang disampaikan.
Contoh:
زيد قائم “Zaid
orang yang berdiri”
(dikatakan
pada orang yang tidak mengetahui bahwa zaid berdiri)
Contoh:
الدّين المعاملة “Agama
adalah pergaulan”
2.
Laazimul faedah
Memberi
faedah pada pendengar bahwa mutakallim telah mengetahui hokum yang telah
pendengar, hal ini apabila pendengarnya sudah mengetahui kandungan suatu hokum,
sebelum disampaikan mutakallim.
Contoh: زيد قائم “Zaid
orang yang berdiri”
(dikatakan
pada orang yang telah mengetahui bahwa zaid berdiri)
Contoh:أنت نجحت في الإمتحان “Engkau
telah lulus dalam ujian”
(dikatakan
pada seorang murid yang merahasiakan kelulusannya)
Terkadang orang yang
berbicara itu mengucapkan untuk tujuan lain selain dua tujuan di atas, yaitu:
a.
Istirham (memohon belas kasihan)
Contoh:
إنّي فقير إلى عفورتي
“Sesungguhnya aku sangat membutuhkan ampunan
Tuhanku”
b.
Menggerakkan
cita-cita pada hal yang harus dicapai
Contoh:
ليس سواء عالم وجهول
“Tidak sama antara orang yang pandai dan orang
yang bodoh”
c.
Idzhar
dho’fi (Menampakkan kelemahan)
Contoh:ربّ إنّي وهن العظم منّي
“Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah
dan rapuh”
(QS.
Maryam : 4)
d.
Tahazzum (menampakkan kesedihan dan kesusahan)
Contoh:
ربّ إنّي وضعتها أنثى
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkan
seorang anak perempuan”
(QS.
Ali Imran : 36)
e.
Taubih (mencela)
Perkataan
seseorang terhadap orang buta
Contoh:الشّمس طالعة
“Matahari
telah terbit”
f.
Mengingatkan
perbedaan antara beberapa tingkatan.
Contoh:لايستوي كسلان ونشيط
“Tidak sama
orang yang malas dengan orang yang rajin”
C.
Pembagian Kalam Khobar
Ø Khobar ibtida’(permulaan), karena khobar yang disampaikan itulah
yang pertama kali masuk pada hati mukhotob atau khobarnya tidak didahului
tholab (permintaan mengetahui kalam karena hatinya ada keraguan pada hokum)
juga tidak didahului inkar.
Ø Khobar tholabi (meminta), karena khobar yang disampaikan itu
diminta oleh mukhotb, karena ia ingin mengetahuinya atau didahului oleh tholab.
Ø Khobar inkari, karena khobarnya diinkarri oleh mukhotob atau
didahului oleh inkar.
D.
Metode penyampaian khobar pada orang lain
1.
Apabila
pendengarnya itu orang yang hatinya sepi dari keraguan dan inkar (khalidz
dzihni) maka tanpa menggunakan taukid, hal ini selama hukumnya tidak ada
keraguan.
2.
Apabila
terdapat keraguan (mutaraddid dzihni),
maka sebaiknya menggunakan taukid.
3.
Kalau
berbicara dengan mukhotob yang menginkari khobar (inkari), maka wajib menggunakan
taukid sesuai kadar inkarnya.
Contoh:
إليكم مرسلون إنّا
“Sesungguhnya kami diutus pada
kalian semua.”
Dan
mutakallim berhak menambahkan adat taukid setelah memandang kondisi dan kadar
keingkaran mukhotob.
E.
Kondisi orang yang menerima kalam (mukhotob) itu ada tiga macam:[4]
1.
Adakalnya
mukhotobnya kholidz-dzihni, pada hokum yang disampaikan ini tidak perlu
ditaukidi, sebab tidak ada keperluan mentaukidinya.
Contoh
:
- أخوك قائم "Saudaramu adalah orang yang berdiri"
2.
Adakalanya
mukhotob ragu-ragu sekaligus ingin mengetahui terhadap kalam yang didengar,
maka kondisi seperti ini lebih baik menggunakan taukid untuk menguatkan hokum
supaya dapat masuk pada hati mukhotob dan menghilangkan keraguannya.
Contoh:
إنّك منتصر
“sesungguhnya kamu mendapatkan pertolongan”
3.
Adakalanya
mukhotob mengingkari hokum dan berkeyakinan sebaliknya, dalam kondisi ini wajib
dengan satu adat taukid atau lebih, disesuaikan kadar lemah dan kuatnya
keingkaran mukhotob pada hokum.
Contoh:
a.
satu
adat taukid :
إنّ أخاك قادم “Sesungguhnya
saudaramu datang”
b.
dua
adat taukid : إنّه لقادم “Sesungguhnya dia tentu datang”
c.
tiga
adat taukid : والله إنّه لقادم “Demi Allah dia pasti datang”
d.
empat
adat taukid : ربّنا يعلم إنّا إليكم لمرسلون “Tuhanku
mengetahui sesungguhnya aku adalah tentu yang diutus pada kalian”
Taukid yang
pertama pada ayat tersebut berupa lafadz ربّنا يعلم yang
menempati tempatnya sumpah, yang kedua إنّ , yang ketiga lam taukid, yang keempat
berupa jumlah ismiyah.[5]
Adapun adat-adat taukid adalah
:
a)
Adat taukid berita positif (kalam mustbat)
-
Sumpah, contoh والله زيد قا ئم
-
قد , contoh قد قام زيد
-
إنّ , contoh إنّ زيد قا ئم
-
Lam Ibtida’, contoh زيد لقائم
-
Nun dua taukid, contoh ليقومنّ زيد
-
Jumlah ismiyah, contoh زيد قائم
b)
Adat taukid berita negatif (kalam manfi)
-
إنّ زائدة , contoh ما إنّ زيداقائم
-
كان زائدة , contoh ما كان زيد قائم
-
Lam Juhud, contoh ما كان زيد ليقوم
-
Ba’ Zaidah ما زيد بقائم
-
Sumpah, contoh والله زيد قائم
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
v Kalam khobari adalah:
مااحتمل الصدق والكذب لذاته
“Kalam yang mungkin benar, mungkin juga bohong berdasarkan
isi dari kalam tersebut”
v Tujuan kalam khobari adalah:
-
Faidatul khobar
-
Laazimul faidah
-
Al-Istirham
-
Izhhaarudh Dha’fi
-
Izhhaarut Tahas
-
Al-Fakhr
v Kalam khobari ada 3 yaitu:
-
Ibtida’I
-
Thalabi
-
Inkari
v Macam-macam mukhatab ada 3 yaitu :
-
Mukhatab yang tidak tahu (Khaalidz dzihni)
-
Mukhatab yang tahu dan mengerti (Mutararaddid adzdzihni)
serta ingin memperoleh keyakinan dalam mengetahuinya
-
Mukhatab yang inkar (imkari)
v Cara penyampaian kalam khobari
adalah disesuaikan dengan keadaan mukhatabnya. Terdapat banyak penyimpanan
kaidah dalam penyampaian kalam khobari, seperti halnya mukhatab yang inkar dan
seharusnya disertai dengan dua adat taukid dalam penyampaiannya tetapi, tidak
disebutkan sama sekali adat taukid karena didanhului oleh kalimat-kalimat lain
yang sudah mewakili adat taukid untuk menegaskan kebenaran isi berita.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Mamat Zaenuddin, M.A. dan Dr. Yayan Nurbayan, M.Ag., Pengantar Ilmu
Balaghah, (Bandung: Refika Aditama, 2007), hal. 95
Mursyid. h 39
Jawaahirul
balaghah. h 37
Jawahirul
balaghah. h 37-38
Husnus shiyaghoh. h
26
Komentar
Posting Komentar